Zaman Edan…

Zaman kita adalah zaman keberlimpahan,

Zaman kita juga adalah zaman kegalauan.

Kebutuhan artifisial yang terus bermunculan,

Tuntutan kemoderenan yang kian berdatangan,

Telah berhasil melahirkan beban-beban tambahan,

Beban pekerjaan, pendidikan, hingga perekonomian,

Dan sukses, membuat banyak orang mengalami stres kehidupan…

Nilai spiritualitas dan religiusitas yang seharusnya menjadi oase bagi kehidupan, justru malah termarginalkan…

Di zaman kita sekarang, memeluk suatu keimanan bukanlah sesuatu yang ringan,

Kita akan selalu berada dalam ancaman dan keragu-raguan,

Keragaman pemikiran baik itu antaragama maupun intraagama.

Pemikiran liberal, sekular, material selalu jadi tantangan tersendiri di zaman kita,

Di samping itu, kultur lapang dada belum sepenuhnya tercipta.

Tak seperti dahulu, kini para pemeluk agama tak bisa lagi untuk mengisolasi diri agar terhindar dari hiruk-pikuk kecanggihan teknologi dan informasi,

Banjiran informasi yang menghantam bak gelombang tsunami,

Tak lagi membuat diri tuk mampu memilah dan memilih,

Semua serba praktis, Semua serba instan, begitupula dalam upaya pemahaman orang belakangan terkait keagamaan,

Praktis dan Instan.


Maka dikarenakan hal yang telah kusebutkan, ada satu hal yang ingin kukatakan… sebuah deklarasi kegelisahan,

Deklarasi Kegundahan…

Ya ayyuhalladzina aamanuuu…

Wahai para agamawan dan cendekiawan beriman,

Sadar dan Bangunlah engkau sekalian,

Buatlah suatu rumusan agar kekacauan ini segera dituntaskan,

Adalah tugas engkau sekalian untuk meneruskan risalah kenabian,

Adalah tugas engkau sekalian, untuk menawarkan suatu paham penafsiran keagamaan,

yang mampu menjawab tantangan zaman

yang mampu mengintegrasikan visi misi keagamaan dengan beragam permasalahan di Zaman Edan…

Sekian.

Akal Sehat…

Beragama bukan dengan akal katanya? 🤔

Mengapa agama tidak dibebankan kepada hewan?

Mengapa agama tidak dititipkan kepada tumbuhan?

Malah diamanahkan kepada “al insan”

Manusia yang diciptakan dengan aneka kelebihan ,

dan yang paling dominan menjadi perbedaan adalah pikiran dan perasaan

Melalui alat berpikir: akal , dan alat merasa: hati

Mengapa?

Karena apa?

Seharusnya semakin kita taat beragama , semakin produktif pulalah kita,

cerdas dalam pemikirannya, cerdas dalam menempatkan perasaannya,

Bijaksana menempatkan sesuatu pada tempatnya,
Bijaksana memperlakukan sesuatu pada saatnya

Aneh tapi ada, sebuah fenomena di dasawarsa generasi kita, disaat orang beragama serta belajar tuk mendalaminya,

Tapi malah mengurangi produktivitas kehidupannya,

Beragama malah mempersempit akal pikirannya,

Beragama malah memperkeras hatinya

Beragama malah memperkeruh lingkungan sekitarnya

Semua butuh dalil dan hujjah tekstual katanya,

Ntahlah

Tak tau siapa yang benar siapa yang salah, karena yang kupelajari tidaklah demikian , biarlah Tuhanku yang memutuskan,

Ataukah

Mungkin, sepertinya diriku telah salah dalam belajar ? , mohon bantu luruskan aku dan selalu ingatkan aku sahabat sekalian

Tapi satu yang kutahu tentang Tuhanku

Dia memang menuntun, tapi juga Dia Maha Penyantun~

-Sebuah ungkapan dari Hamba Tuhan yang masih  jauh dari ketakwaan
Masih pada tahapan
Rawan di Neraka dan belum punya jaminan Surga ,
  • Mari gunakan akal dan hati kita, berbenah bersama , bermuhasabah secara berjamaah,

Karena aku terlalu takut untuk keluar dan berbeda dari jamaah lainnya~

Dua pesan:

  1. Menjunjung tinggi ukhuwah islamiyah, wathoniyah, diatas permasalahan khilafiyah
  2. Mendahulukan solidaritas persatuan keseluruhan di atas solidaritas kajian

#madzhabukhuwah #fatihisme

Mari kita kikis krisis ukhuwah ditubuh umat kita

Sebuah pesan kekhawatiran untuk sahabatku sekalian~

😁

Selamat Menjalani Masa Peralihan Kawan…